Perkembangan Islam Di Indonesia Pada Masa Belanda


PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA MASA BELANDA

A.     Masuknya Belanda Ke Indonesia
Pada abad ke-17 masehi atau tahun 1601 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk berdagang, namun pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC, sejak itu hampir seluruh wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.

Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan, para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perang. Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad ke-13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang syair-syairnya berisi seruan perjuangan. Para ulama menggelorakan jihad melawan penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:

  • Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan ulama dengan adat, contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.

  • Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar, seorang Guru Besar ke-Indonesiaan di Universitas Hindia Belanda, yang juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah. Dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji, karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.

Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-al-Din Afghani dan Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo, Mesir banyak berperan dalam menyebarkan ide-ide tersebut, diantara mereka ialah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan

B.     Pertumbuhan dan Perkembangan Kesultanan-Kesultanan di Indonesia
Setelah terjadi proses penyebaran Islam lambat laun tumbuh dan berkembang Kesultanan Kesultanan dengan dinamika sejarahnya dalam berbagai aspek:social politik,  social ekonomi perdagangan, social keagamaan dan kebudayaan. Dalam bidang social- politik biasanya terjadi pergantian kekuasaan yang mulus tetapi kadang-kadng tidak  mulus. Tidak mulus disebabkan terjadinya perebutan kekuasaan di kalangan keluarga;  dan juga kadang-kadang karena hasutan politik dari luar dari pihak yang menginginkan  penjajahan termasuk bidang monopoli perdagangan. Dalam menjalankan politik  pemerintahan Kesultanan mempunyai system birokrasi yang cukup lengkap, tetapi jika  mulai dimasuki system birokrasi Barat (dari Penjajah) mulai terjadi perlawanan. Tumbuh   dan berkembangnya Kesultanan –Kesultanan di Indonesia tidak menunjukkan persamaan  karena ada yang sejak abad ke-16, 17 dan ke-18 M.mulai memudar bahkan pada awal  abad ke-19 M. mulai di bawah lindungan pemerintahan jajahan (terutama Belanda sejak  VOC –Hindia Belanda) dan ada yang baru awal abad ke 20 M. contohnya Kesultanan  Aceh Darussalam baru dikuasai Hindia-Belanda. Bahkan pada abad ke-19 M. di mana- mana timbul gerakan social dan keagamaan misalnya Pemberontakan Cilegon, Perang  Padri, Pemberontakan Antasari, dan di daerah-daerah lainnya. Pemberontakan atau  perlawanan-perlawanan terhadap penjajah tersebut umumnya dipimpin para Kiai atau  Ulama.

Di antara sejumlah Kesultanan di Indonesia yang pada abad ke-17 M. mencapai keemasan dilihat dari berbagai aspek kehidupan: politik, ekonomi-perdagangan,
keagamaan dan kebudayaan: ialah Kesultanan Aceh Darussalam semasa Sultan Iskandar  Muda, Kesultanan Mataram semasa Sultan Agung Hanyakrasusumo, Kesultanan Banten  semasa Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Gowa semasa Sultan Hasan Uddin.

Dapat kita catat tentang kemajuan keagamaan terutama yang memberikan warisan kesasteraan agama Islam mengenai berbagai hal: Taugid, Tasawuf dan Tarekatnya, Fikh, Musyah Al-Qur’an, dan lainnya ialah Kesultanan Aceh Darussalam, kemudian Kesultanan Banaten. Aceh terkenal dengan para ulama besarnya dan tempat berguru para kiai sebelum pergi  menenuaikan ibadah haj, karena itu sering digelari Aceh Serambi Mekkah. Di Aceh
hidup Hamzah Fansuri (w. 1527 M.), Syamsuddin As-Sumaatrani (abad 17 M.),
Nuruddin Ar-Raniri ( abd-17 M.), Abdurrauf As-Singkili (abd 17 M.)dan lainnya. Dari
Aceh mulai sastra keagamaaan Islam yang ditulis dalam huruf Jawi berbagasa Melayu
dan tersebar ke berbagai daerah Indonesia: di Sumatara, di Bima, Maluku, Sulawesi-
Buton, Kalimantan. Demikian pula pengaruhnya ke Banten , Cirebon dan lainnya. Pada abad 17 dan 18 Masehi hubungan atau jaringan kuat antara ulama-ulama Timur Tengah dan Melayu-Indonesia. KItab-kitab Fikh yang tersebar sejak masa lampau di Indonesia telah banyak dibicarakan dan dapat kami catatan pada umumnya di Kesulatanan-Kesultanan di Indonesia menerapkan Syari’ah terutama di bidang Ubudiyah, Muamalah dan Hudud, tetapi dalam bidang Jinayah tidak kecuali satu masa di Kesultanan Aceh Darussalam semasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 tetapi kemudian dihapus mada masa Iskandar Thani Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskanda Muda (1607-1636)

Hubungan perekonomian dan perdagangan antar Kesultanan di Indonesia dan
antar Bangsa dengan negeri-negeri di Asia Tenggara, Di Timur Jauh: Cina, Jepang dan lainnya dan juga dengan Timur Tengah: Arabia, Persi (Iran), Irak, Turki, Mesir dan
lainnya berjalan terus sekalipun penah dirintangi oleh politk monopoli perdagangan
Portugis dan Belanda. Setelah penjajahan VOC dan kemudian Hindia Belanda praktis
beberapa Kesulatanan perekonomian dan perdagangannya beralih kepada penjajah
kecuali Aceh baru pada awal abad ke-20 awal. Hubungan-hubungan ekonomi
pedagangan dengan negeri-negeri Islam diperkuat juga dengan hubungan persabatan dalam menghadapi penjajahan. Dapat pula kita catatat bahwa meskipun penjajahan VOC-Hindia Belanda merupakan factor keruntuhan bagi Kesultanan-Kesultanan di Indonesia namun perlawanan dengan cara pemberontakan seperti telah dikatakan di atas berjalan terus. Untuk merintangi atau menghalangi kegiatan-kegiatan Islam di berbagai bidang Pemerintah Hindia Belanda misalnya dalam bidang ibadah haj dikeluarkanlah Haji Ordonansi 1922 yang sebanarnya merugikan umat Islam Indonesia. Demikian pula di bidang pendidikan muncul Ordonnansi Guru, 1925. Politik penjajahan Belanda untuk merintangi berbagai upaya bagi umat Islam telah diatur pula oleh Het Kantoor voor Inlandsche Zaken , tetapi anehnya lebih mengatur kehidupan keagamaan yang dianut bangsa Indonesia yang dapat kita perhatikan dalam disertasi H. Aqib Suminto “ Politik Islam Hindia Belanda” LP3S, 1986.
Mengenai keberadaan pendidikan zaman Penjajahan Belanda dengan berbagai
gerakan pendidikan sebagai lawan perimbangan terhadap system pendidikan yang
diciptakan Penjajahan Belanda misalnya tumbuh dan berkembangnya pendidikan-
pendidikan Islami yang dipelopori oleh Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh Thahir Jalaluddin, Syaikh Mugammad Jamil Jambek dll di daerah Minangkabau dan di antara lain yang berpengaruh ialah pendidikan Surau Jembatan Besi. Demikian juga di Jakarta waktu itu tahun 1905, Muhammadiyah di Yogyakarta, Haji Abdulkarim dengan Hayatul Qulub di Majlengka, dan gerakan-gerakan pendidikan sebagai pembaruan untuk pendidikan Islam.  

(Baca: Deliar Noer: Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942.). Demikian pula dibicarakan hal-hal berhubungan dengan gerakan politik dari tahun tahun tersebut Setelah jaman Penjajahan Belanda bagaimana kehidupan politik dan lainnya dalam Islam di Indonesia pada zaman Pendudukan Jepang, kita akan mendapat gambaran bagaimana dari salah sebuah buku yang juga menerangkan tentang segi positif dan sefi negatifnya tindakan Pemerintah Pendudukan Jepang, terlebih yang diakibatkan tindakan-tindakan Jepang yang menyebabkan penderitaan rakyat yang juga menimbulkan pemberontakan-pemberontakan di beberapa tempat (Baca: Harry J. Benda “Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang.” Pustaka Jaya, 1985). Selanjutnya kita akan sampai pada pebicaraan tentang Islam sejak Kemerdekaan Indonesia terutama masalah perjuangan Islam masa modern dari sekitar tahun 1945 sampai 1965 an setelahnya. B.J. Bolland dalam “ The Struggle Of Islam In Modern Indonesia” 1971, telah memberikan gambaran gerakan-gerakan politik Islam di zaman sejarah Indonesia modern itu dan dampaknya terhadap kehidupan setelah 25 tahun sejak merdeka. Boland dalam kajiannya melakukan pendekatan sosiologis yaitu dari segi awal idea-idea dunia Islam dan sejarahnya untuk mengetahui sejauh dan bagaimana fungsi-funsi Islam sebagai kekuatan yang hidup di Indonesia baru. Sehubungan dengan itu dikatakan pelunya serta akan berhasil jika dilakukan pendekatan perkembangannya selama duapuluh limatahun dan dari sudut inilah untuk memperoleh beberapa bahan tentang kegiatan-kegiatan Islam secara spesifik, problema-problema serta kecenderungan-kecenderungannya. Menarik perhatian kita bahwa Boland memberikan gambaran kepada kita kecuali tentang perkembangan Islam 25 tahun juga memberikan gambaran pembagian gambaran politik tahun 1945-1955, kemudian masa penguatan kedalam komunitas Islam sendiri sampai peningkatannya (1955-1965), dan masa setelah 30 September 1965.




BAB III
Kesimpulan
Jikalau kita amati perjalanan Sejarah Islam di Indonesia dari masa ke masa sejak kedatangan, proses penyebaran sampai zaman tumbuh dan berkembangnya Kesultanan Kesultanan bahkan mencapai keemasannya terasa telah terjadinya dinamika histories yang menggembirakan.. Di zaman Keemasan Kesultanan-Kesultanan di Indonesia sebagaimana telah dicontohkan terutama abad ke-17 M. telah memberikan warisan sejarah yang gemilang dalam berbagai aspek: Sosial- politik Sosial-ekonomi-perdagangan, Sosial –keagamaan dan kebudayaan, ternyata telah memberikan citra yang dapat dibanggakan. Namun demikian setelah mulai dimasuki pengaruh baik politik, ekonomi-perdagangan maupun system pemerintahan maka umat Islam mengalami keresahan yang akibatnya muncul perlawanan atau pemberontakan melwan politik penjajahan baik melalui gerakan politik mapun gerakan keagamaan dan gerakan pendidikan. Namun upaya perjuangan masyarakat Musilm di bawah pimpinan para ulama itu mengalami kegagalan akibat berbagai factor antara lain: perselisihan internal yang kemudian dimasuki politik divide et empera, pemisahan persatuan antara ulama dan umara, antara perjuangan dari satu daerah dengan daerah lainnya belum ada persatuan, pendidikan masyarakat yang dengan sengaja oleh pokitik Belanda dibedakan terutama menuju sekulerasmi dengan pengawasan ketat terhadap pendidikan non-pemerintah yang berlandaskan keagamaan dsb.

Demikian secara garis besar nasib umat Islam di Indonesia selama penjajahan dan
bagaimana seharusnya untuk masa kini dan mendatang untuk menumbuhkan citra kejayaan Islam kita Indonesia, mungkin perlu diusahakan:
1) Terpeliharana uhuwah Islamiah di kalangan umat Islam Indonesia khususnya dan umat Islam di dunia pada umumnya; 
2) Melakukan serta meningkatkan kehidupan keagamaan bagi kehidupan dan ke- sejahteraan dunia dan akhirat dengan berpedoman kepada isi dan maknanya
Al-Qur’an dan Hadis serta ajaran-ajaran dalam Syari’ah;
3) Memperjuangkan keadilan serta menegakkaanya untuk mencapak ketertiban, keamanan, kenyamanan serta kebahagiaan umat Islam;
4) Mengupayakan kemajuan dalam pendidikan keagaamaan baik formal maupun Non-formal demi kecerdasan umatnya serta ketakwaannya kepada Allah SWT.
5) Memajukan bidang seni-budaya Islami melalui berbagai kegiatan di kalangan anak-anak, remaja serta dewasa umat Muslim.
Share on :

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment

Silahkan ketikkan komentar anda disini