Pidato birul walidain (berbakti kepada orang tua)


BIRUL WALIDAIN
( Berbakti Kepada Kedua Orang Tua )

Assalamu’alaikum wr.wb.

Bapak-bapak, Ibu-ibu , Hadirin-hadirat, yang dirahmati Allah SWT.
Marilah terlebih dahulu kita menghaturkan puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan kenikmatan yang tiada tara yakni Iman kepada Allah Swt. Marilah kita senantiasa pegang teguh Iman kita ini hingga akhir hayat kita.
Shalawat beserta salam marilah kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad Saw. Yang telah membawa umat manusia dari jaman kegelapan menuju jaman yang penuh cahaya.

Dewan juri yang bijaksana, hadirn-hadirat yang berbahagia,
Perkenankan saya berdiri dihadapan bapak-bapak dan ibu-ibu , serta rekan-rekan semua untuk menyampaikan pidato yang berjudul “ Bebuat baik kepada kedua orang tua ”
Ada tiga hal yang selalu allah SWT sandingkan dalam Al Qur’an, yakni : Pertama, Aqiimusshalah wa Aatuzzakah ( Dirikanlah shalat dan tunaikan zakat) ; Kedua, Athi’ullah wa athi’urrasul ( taatilah Allah dan taati rasul) ; Ketiga, Anisykurli waliwa lidaik ( Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu). Pada kesempatan yang baik ini saya hanya akan membicarakan hal yang ketiga yakni “ Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu”

Di Dunia ini ,  Siapakah orang pertama yang paling kita hormati, kita sayangi  dan yang paling kita dahulukan berbuat baik ? Tentu jawabannya adalah kedua orang tua kita. Mengapa?
Pertama, Adanya kita di dunia ini lantaran kedua ibu bapak kita. Mustahil kita ada seperti sekarang ini, jika kedua orang tua kita tidak ada. Setiap manusia lahir pasti karena perantaraan Ibu dan Bapak, kecuali Nabi Adam dan Nabi Isa yang hanya melalui perantaraan ibu.
Kedua, Kedua orang tua kitalah yang tidak lelah dan bosan merawat kita mulai dari dalam kandungan , setelah kita lahir, kemudian menjadi anak-anak bahkan setelah kita dewasa, kasih sayangnya tak pernah lekang dicurahkan  kepada kita.

Hadirin rahima kumullah.
Kalau kita mau menengok kebelakang dan merenungkan saat-saat kita masih dalam kandungan dan ketika kita masih bayi, niscaya tidak patutlah bila kita berani berkata kasar, melawan bahkan durhaka kepada orang tua. Betapa saat kita dalam kandungan selama sembilan bulan, ibu kita kemanapun pergi selalu membawa kita . Ketika duduk, berjalan, dan tidur betapa payahnya ibu kita itu. Dan saat-saat yang paling menegangkan adalah ketika proses melahirkan kita, Ibu kita berjuang menahan kesakitan yang luar biasa , bisa satu, dua , bahkan tiga hari dengan tidak tidur sepicingpun . Syukur kalau melahirkan secara normal, terkadang ibu kita harus rela perutnya dibedah agar kita bisa nongol didunia ini. Sementara sang ibu berjuang dengan taruhan nyawa, Sang bapak tak kalah gelisahnya, mundar-mandir kesana kemari dan mempersiapkan seluruh keperluan untuk kelahiran kita. Karib kerabat kitapun turut berdo’a untuk kelancaran kelahiran kita. Untuk mengenang itu semua ada sebuah lagu yang patut kita renungkan :

            Waktu kami lahir
            Ibu yang tersiksa
            Ayah bingung tak karuan tiada tujuannya
            Kerabat dan famili, sama menghadiri
            Teman banyak datang mengandung relanya hati   2x
            Ooh.. ibuku , alangkah sakitnya
            Tak dapat kami membalasnya.

Kemudian setelah kita berhasil menghirup udara didunia ini, kerepotan ibu tidak berkurang bahkan bertambah. Ibu kita tidak kita biarkan tidur lelap baik siang maupun malam, kita selalu menangis minta disusui, ibu kita tidak jijik dengan pipis dan berak kita, beliau siap setiap saat mengganti popok kita. Belum lagi saat kita sakit-tengah malam lagi- pasti gusarnya luar biasa, mereka akan mencari obat kemanapun asal kita segera sehat kembali.

Hadirin hadirat sekalian,
Mereka lakukan semua itu, apakah minta pamrih? Tidak, sama sekali tidak! Ibu Bapak kita dengan ikhlas menjalankan perannya sebagai orang tua. Mereka akan rela mengeluarkan biaya berapapun untuk kebaikan kita. Mereka menyekolahkan kita agar kita menjadi orang pintar, orang yang berguna bagi bangsa, Negara dan agama. Meraka akan rela mengorbankan kebahagiannya demi kebahagiaan kita.
Lantas apakah yang mereka harapkan dari kita , anaknya? Tidak lain adalah bakti kita kepadanya .Sebagai anak yang harus kita lakukan adalah selalu berbuat baik kepadanya, jangan sekali kali berkata “ ah ” atau membentak kepada keduanya. Kita harus berkata dengan lemah lembut penuh dengan sopan santun. Dan yang terpenting adalah kita senantiasa mendoakan kedua orang tua kita dengan do’a : “Rabbighfirli waliwa lidayya warhamhuma kama rabbayani shoghira” ( Ya Allah ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihani aku waktu kecil).

Dewan juri , Bapak-bapak, Ibu-ibu serta hadirin sekaian,
Demikianlah pidato singkat saya ini , mudah-mudahan kita semua menjadi anak yang senantiasa menjadi harapan orang tua, menjadi anak sholeh yang selalu mendo’akan  keduanya baik ketika masih hidup terlebih ketika sudah meninggal kelak.

Sebagai akhir pidato saya ini, saya akan persembahkan beberapa pantun :

            Gunung salak gunung kelabu
            Awan menutup pulau andalas
            Hutang anak kepada Ibu
            Seumur hidup tiada terbalas

                        Ikan beranak bera-rupa
                        Banyak dijual di Tanjung Balai
                        Hutang anak kepada bapak
                        Seumur hidup tiada ternilai

            Banyak rumbia di Tanjung Balai
            Hinggap gelatik pada akarnya
            Biarpun hutang tiada ternilai
            Budi yang baik jadi gantinya

Wabillahittaufiq wal hidayah, wabirridho wal ‘inayah, wassalamu’alaikum wr.wb.
Share on :

Artikel Terkait

2 comments:

  1. ia kasih sayang ibu memang tiada tergantikan oleh harta dan benda ,,,,,,,

    ReplyDelete
  2. kasih sayang mereka tak pernah lekang.

    ReplyDelete

Silahkan ketikkan komentar anda disini