Makalah Pemahaman diri Pribadi Siswa

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemahaman diri banyak diperbincangkan oleh banyak orang dan setiap orang mengartikan pemahaman diri menurut cara pandang mereka masing-masing. Maslow menyebutnya personal meaning yang dimuat Kira pada yahoo answer menggambarkan bahwa meaning dialami dari aktualisasi diri, individu yang termotivasi untuk mengetahui alasan atau maksud dari keberadaan dirinya. Ia juga mengatakan bahwa setiap individu memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhannya dari yang sederhana sampai kebutuhan yang kompleks. Aktualisasi diri adalah pencapaian suatu potensi terbesar dalam diri, menjadi yang terbaik yang dapat dilakukannya, dan mencapai tujuan hidup dirinya.

Selalin itu Baumeister mengatakan bahwa meaning mengandung beberapa bagian kepercayaan yang saling berhubungan antara benda, kejadian dan hubungan. Baumeister menekankan bahwa meaning pada akhirnya memberikan arahan, intensi pada setiap individu, di mana perilaku menjadi memiliki tujuan , daripada hanya berperilaku berdasarkan insting atau impuls.

Menurut Reker yang di tulis oleh Maria Antoinete pada blog http://rumahbelajarpsikologi.com, menjelaskan bahwa orang yang memahami diri adalah mereka yang memiliki tujuan hidup, memiliki arah, rasa memiliki kewajiban dan alasan untuk ada (eksis), identitas diri yang jelas dan kesadaran sosial yang tinggi.

Pemahaman diri adalah suatu cara untuk memahami, menaksir karakteristik, potensi dan atau masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok individu (buku ajar-pemahaman individu teknik.non.html).
Menurut Santrock, Pemahaman diri (self – Understanding) adalah gambaran kognitif remaja mengenai dirinya, dasar, dan isi dari konsep diri remaja (http://tizarrahmawan.wordpress.com)
Menurut Hartono (2010: 209) pemahaman diri siswa SMA adalah pengenalan secara mendalam atas potensi-potensi dirinya yang mencakup ranah minat, abilitas, kepribadian, nilai dan sikap yang mana pengenalan siswa atas pribadinya sendiri mencakup dua sisi yaitu pengenalan siswa atas keunggulannya dan pengenalan siswa atas kekurangannya sendiri. Kekuatan merupakan seperangkat kemampuan yang dimiliki siswa baik yang bersifat potensial maupun aktual. Kekuatan siswa menggambarkan keunggulan, kehebatan pribadi siswa, sedang kekurangan siswa adalah sejumlah keterbatasan yang dimiliki siswa. Kekurangan siswa menggambarkan ketidak mampuan siswa yang menjadi hambatan siswa dalam meraih cita-cita.

     Dalam modul layanan informasi tentang pemahaman diri yang disusun oleh tim konselor RSMABI Jawa Tengah pada workshop penyusunan modul RSMABI Jawa Tengah tanggal 6 s/d 9 Nopember 2009 menggambarkan bahwa pengelan terhadap diri sendiri merupakan kemampuan seseorang dalam mengeksplorasi potensi diri sendiri yang terdiri dari potensi fisik dan potensi psikis. Potensi psikis yaitu kelebihan pada anggota badan, panca indera beserta kekuatan/ kualitasnya, sedangkan potensi psikis yaitu seluruh kemampuaqn dan kekuatan  yang dimiliki seseorang yang berkaitan dengan  kemampuan kejiwaan antara lain : intelektual(IQ), bakat, minat, dan sifat, ciri-ciri kepribadian.

Sumber lain, dalam materi kuliah perencanaaan karier yang susun di Universitas Negeri Malang (UM) jurusan Bimbingan Konseling dan Psikologi menyatakan tujuan materi pemahaman diri adalah membantu siswa mengeksplorasi kemampuan/ bakat, miatnya, nilai-nilai kepribadian dan kemampuan emosioalnya dalam rangka memahami diri dalam kaitannya dengan memasuki dunia kerja.

Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa pemahaman diri adalah suatu situasi yang dialami individu dimana seseorang mengenal tentang potensinya baik potensi fisik maupun potensi psikisya sehingga individu memahami arah dan tujuan hidupnya atau cita-cita. Potensi fisik yaitu sejumlah kemampuan yang ada pada anggota badan dan panca indra individu sedangkan potensi psikis individu mencakup minat, abilitas, kepribadian, nilai dan sikap. Pemahaman yang dimaksudkan disini tidak hanya terbatas pada pengenalan siswa atas keunggulannya saja tetapi juga mencakup pengelan siswa atas kekurangan yang ada dalam diri.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Aspek pemahaman pribadi siswa

Pada aspek pribadi, ada 3 masalah yang sering dihadapi oleh siswa yaitu :
-   Merasa rendah diri dengan wajah yang kurang cantik/cakep.
Untuk masalah rendah diri dengan wajah yang kurang cantik ini, lebih menonjol pada masalah kurang kepercayaan diri ( kurang PD ). Siswa-siswi SMA sering mengalami masalah ini, bahkan kebanyakan orang-orang merasa tidak PD dengan wajah mereka yang dianggap tidak cantik/cakep.
Untuk mengatasi hal ini ada beberapa hal yang perlu kita terapkan pada diri kita sendiri, yaitu :
      Tidak menghiraukan siapa yang memandang kita.
      Percaya diri sajah dengan apa yang kita miliki.
      Lakukan aktifitas dengan baik.
      Tunjukkan sesuatu yang menurut anda merupakan kelebihan yang anda punya,
      Jika kulit wajah anda gelap ( hitam ) pakailah bedak yang sewajarnya.
      Jika kulit badan anda gelap ( hitam ) pakailah pakaian yang warnanya tidak bertolak belakang dengan warna kulit anada, misalnya warna kuning, merah, hijau dan orange. Cobalah memakai pakaian dengan motif warna coklat, krem, atau pink muda.
      Usahakan kulit anda tidak kusam dan anda selalu tampil dengan keadaan yang sederhana namun membwa kesan yang anggun.

Dengan adanya beberapa hal diatas tadi, masalah  kurang percaya diri dengan wajah anda yang kurang cantik/cakep akan sedikit membantu anda ketika anada mengalami masalah tersebut.
Dalam masalah ini kita dapat mengembangkannya dalam bentuk layanan informasi. Dimana didalam layanan ini terdapat bebrapa informasi yang diberikan oleh seorang guru BK terhadap siswa untuk menghindari masalah tersebut. Dengan adanya informasi diatas siswa bisa menghindari masalah Merasa rendah diri dengan wajah yang kurang cantik/cakep.

-   Mudah putusa asa (frustasi) apabila mengalami kegagalan.
Untuk masalah mudah putus asa atau frustasi apabila mengalami kegagalan, siswa dapat merasakan hal ini, ketika siswa melakukan sesuatu hal atau misi sederhananya dalam melakukan suatu aktifitas. Untuk mengatsi masalah ini ada satu contoh kasus yang bisa dijadikan pelajaran buat anda.
Disebuah sekolah ada seorang siswa duduk dibangku kelas III SMA yang saat itu menjalani UJIAN AKHIR NASIONAL (UAN). Ketika pengunguman berlangsung, ia tidak lulus ( gugur ). Ia mersa kecewa dan sedih sekali. Ia mersa putus asa ketika ia mengalami kegagalan. Ia pun merasa stress bahkan frustasi saat itu. Ia mengurung diri didalam kamarnya, ia tidak mahu makan dan ia tidak mau berbicara dengan siapapun, ia merasa malu dengan apa yang ia dapatkan sekarang.

Hari demi hari berlalu ia pun sedikit mahu untuk keluar kamar dan mahu berbicara dengan orang-orang disekitarnya, walaupun ia tidak seceria dulu. Tiba-tiba ada seorang temannya mengajaknya untuk berjalan-jalan sedikit. Dipersimpangan jalan ia melihat ada sebuah tempat yang melakukan audisi presenter. Ia mersa mampu dan ia ingin sekali mengikuti audisi tersebut. Melihat semangat yang ia tunjukkan temannya pun membantunya untuk mengikuti audisi tersebut. Berkat semangat dan kepercayaan dirinya, ia pun lulus dan berhasil menjadi raner up 1 dalam audisi prenter tersebut. Kini ia menjadi seorang presenter berbakat yang tampil dari satu acara ke acara lain. Walaupun bukan hal itu yang ia cita-citakan.

Dari cerita diatas saya harap anda dapat mengambil contoh kasus tersebut dan mengembangkannya dalam kehidupan anda ketika anda mengalami masalah tersebut. Dengan adanya layanan Konseling kelompok siswa dapat mencurahkan isi hatinya dan masalah pribadinya kepada seorang guru BK yang ada disekolah masing-masing. Dengan adanya layanan ini kita dapat memberikan solusi dari masalah yang mereka alami. Terlebih lagi dalam mengatasi masalah keputus asaan ketika mengalami kegagalan. Kita sebagai gruru BK dapat memberikan ia motivasi, dorongan dan support yang bisa membantunya dalam melewati masalah ini.

-   Punya keinginan (cita-cita) yang kurang sesuai dengan kemampuan.
Semua orang punya impian dan cita-cita yang berbeda-beda. Manusia diciptakan untuk memiliki impian dan mampu mewujudkannya. Bagaimana dengan seseorang yang mempunyai cita-cita tapi tidak sesuai dengan kemampuannya?  Kita mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Jika kita hanya mempunyai keterbatasan kemampuan, maka kita memandang sedikit apa yang menjadi kelebihan yang ada pada diri kita. Misalnya seorang wanita. Sewaktu duduk dibangku SMA ia ingin duduk dibangku IPA, namun kemampuannya tidak dapat menjangkau  jurusan tersebut. Cita-citanya ingin menjadi seorang dokter yang professional dalam merawat masyarakat yang kurang mampu. Akan tetapi karena ia tidak bisa menenpati jurusan IPA akhirnya ia memutuskan untuk menempati jurusan BAHASA. Ia semakin hari terlatih dalam merangkai kata. Dan ia bercita-cita sebagai satrawan. Walaupun menurutya ini bukan cita-cita utamanya. Namun ia menyadari walaupun cita-citanya ingin menjadi seorang dokter dan kemampuannya tidak sampai disitu, akan tetapi dengan ia menyadari bahwa ia ingin memiliki kelebihan dalam mengarang sebuah karya, maka ia memtuskan untuk menjadi seorang sastrawan. Walaupun begitu, ia tetap belajar ilmu kedokteran dan akan dimuat dalam tulisannya disebuah buku yang ia buat sendiri.

Masalah ini dapat kita kembangkan dengan menggunakan layanan yang ada diBK yaitu layanan penempatan dan penyaluran. Guru BK dapat memberikan layanan ini dengan cara memberikan solusi dengan menyadarkan siswa bahwa ia memiliki kelebihan yang dapat ia gunakan untuk menggapai cita-citanya yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Masing-masing orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
2.2 Teknik Pemahaman
             Teknik Pemahaman Individu terdiri dari teknik tes dan teknik non tes. Tes dan non tes merupakan salah instrument untuk memahami individu dalam keseluruhan layanan konseling. Masing-masing instrument tersebut memiliki karakteristik dalam penggunaannya. Teknik-teknik tersebut, diantaranya:
1.        Teknik Tes
 Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, pada umumnya tes yang digunakan untuk memperoleh data klien adalah tes inteligensi, tes bakat, tes kepribadian (minat, kecenderungan kepribadian), dan tes prestasi belajar.
 Hasil tes akan mempunyai makna sebagai informasi bagi klien jika tes tersebut dianalisis dan dinterpretasi, dalam arti tidak hanya berhenti pada penyajian sekor yang diperoleh seorang klien. Untuk kepentingan konseling, hasil tes dapat digunakan sebelum konseling, pada saat proses konseling, dan setelah konseling sebagaimana dikatakan oleh Super dan Bordin (dalam Goldman 1971: 23).

 Pada tahap sebelum konseling hasil informasi tes digunakan konselor sebagai bahan pertimbangan, yaitu untuk menentukan jenis layanan apakah yang akan diberikan konselor kepada klien, untuk menentukan fokus masalah yang dialami klien, dan sebagai salah satu bahan diagnosis dari proses yang berkesinambungan dan dipadukan dengan hasil analisis yang lain. Misalnya informasi dari teknik non testing : observasi, wawancara, sosiometri, kuesioner, biografi.

 Pada tahap proses konseling informasi hasil tes digunakan untuk menafsirkan prognosis dengan memberikan alternatif-alternatif tindakan tentang pendekatan, metode, teknik, dan alat mana yang digunakan dalam upaya membantu pemecahan masalah yang dialami klien. Berdasarkan hasil tes konselor mendapatkan pelengkap data khususnya mengenai sifat-sifat kepribadian klien yang selama ini belum dapat terungkap melalui teknik non tes, sehingga diharapkan hasil informasi tes tersebut dapat membantu kerangka berpikir konselor di dalam merefleksi perasaan klien.

 Di samping itu, informasi hasil tes disampaikan kepada klien dengan harapan klien lebih mengenali dirinya sendiri sehingga klien mampu mengembangkan harapan-harapan yang realistis dalam proses konseling. Pada tahap akhir konseling informasi hasil tes digunakan untuk memberikan bantuan dalam membuat keputusan-keputusan dan rencana-rencana untuk masa depan dengan alternatif-alternatif tindakan secara realistis. Selain itu juga merupakan sumbangan yang berarti bagi klien untuk proses perencanaan dan pilihan tindak lanjut, berkaitan tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan fakta sekarang yang ada.
2.        Teknik Non Tes
 Konselor pada umumnya memahami dan terampil menggunakan teknik non tes dalam melakukan pelayanan bimbingan dan konseling. Teknik non tes dimaksud antara lain observasi, kuesioner, wawancara, inventori (DCM, AUM, ITP), dan sosiometri. Konselor sejak kuliah sudah berlatih secara intensif menyusun dan menggunakan teknik non tes untuk memahami individu dalam konteks pelayanan bimbingan dan konseling. Hal tersebut berlanjut sampai mereka bekerja di lapangan. Sementara di sisi lain keterampilan menggunakan teknik tes sangat terbatas karena tes terstandar sudah siap pakai, dan penggunaannya terikat kode etik yang ketat sebagaimana disebutkan dalam Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia (PB ABKIN, 2006).
 Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah mempunyai wewenang yang dimaksud. Adapun aturan-aturan konselor, diantaranya:
 a. Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat atau ciri kepribadian subjek untuk kepentingan pelayanan
 b. Konselor wajib memberikan orientasi yang tepat kepada klien dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes disamping arti dan kegunaannya
 c.  Penggunaan suatu jenis tes wajib mengikuti secara ketat pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut
 d. Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain. Dalam hal ini data hasil testing wajib diperlakukan setara dengan data dan informasi lain tentang klien
 e. Hasil testing hanya diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien
 Rambu-rambu tersebut menyebabkan pembelajaran calon konselor berbeda dengan teman-temannya di program studi Psikologi, yang dalam batas tertentu mereka memperoleh mata kuliah konstruksi tes. Namun demikian, karena dalam pembelajaran calon konselor lebih menekankan penguasaan konsep dan praksis teknik non tes, sudah barang tentu konselor semestinya terampil menggunakan teknik non tes.
 Keterampilan konselor dalam teknik non tes semisal observasi, kuesioner, wawancara, inventori (DCM, AUM, ITP), sosiometri; diperoleh mulai dari memahami konsepnya, kekhasan tiap metode, menyusun instrumen, melakukan pengumpulan data dengan metode tersebut, menganalisis dan menginterpretasi data, menggunakan hasil praktik teknik non tes untuk pelayanan bimbingan dan konseling.
 Aplikasi instrumentasi teknik non tes oleh konselor pada umumnya dilakukan secara terpadu, tidak menggunakan metode tunggal. Karena pada umumnya untuk memahami individu secara utuh: potensinya, masalahnya, dan kemungkinan pengembangan pribadinya tidak dapat diperoleh dari satu metode saja. Misalnya observasi tidak menjangkau data latar belakang keluarga yang lebih tepat diungkap melalui kuesioner, sebaliknya kuesioner tidak bisa mencatat aktivitas klien “secara on the spot” ketika mengikuti kegiatan tertentu di sekolah; wawancara bisa lebih mendalami latar belakang mengapa seorang siswa memilih dan menolak temannya satu kelas dari pada sekedar alasan memilih dan menolak temannya yang tertulis dalam angket sosiometri.

2.3  Kegunaan Pemahaman Pribadi Siswa
Pemahaman diri merupakan aspek penting bagi siswa SMA. Siswa yang memahamai diri lebih memiliki peluang yang besar dalam meraih cita-cita dari pada siswa yang belum mengenal dengan baik akan diri mereka sendiri, karena mereka yang memahami diri telah memahi kemampun, minat, kepribadian, dan nilai termasuk kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri mereka sehingga mereka memiliki arah dan tujuan hidup yang realistis dimana mereka memilliki cita-cita yang sesuai dengan potensi diri.

Menurut Muhamat Farid (http://tizarrahmawan.wordpress.com) ketika seseorang mengetahui kondisi dan gambaran tentang dirinya maka dia akan dapat menjalani hidupnya dengan nyaman dan juga memiliki rasa percaya diri yang kuat karena sudah memiliki pandangan diri yang jelas.
Dalam materi kuliah yang disusun di Universitas Negeri Malang dengan materi pemahaman diri ditujukan agar siswa mampu mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja, sehingga dapat mencapai kesuksesan dalam karier.

Pemahaman diri atau disebut knowing yourself oleh Levinson, Ohler, Caswell dan Kiewra merupakan aspek penting dalam pengambilan keputusan ( dalam Hartono, 2010: 61) selanjutnya kemampuan siswa dalam pengambilan keputusan karier merupakan wujud nyata dari kematangan perkembangan karier siswa. Sedangkan kematanngan karier menurut Super ( dalam Hartono, 2010: 63) memilki enam dimensi, yaitu; (1)  dimensi membuat pilihan karier, (2) dimensi kompetensi khusus tentang mencari informasi karier dan keterampilan-keterampilan membuat perencanaan karier, (3) dimensi konsistensi pilihan-pilihan, (4) dimensi pengenbangan konsep diri, (5) dimensi kebebasan membuaat keputusan karier, dan (6) dimensi konsistensi membuat pilihan yang realistis berdasarkan tujuan pribadi.

Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa Kegunaan  pemahaman pribadi  bagi siswa adalah:
a. Mampu mengeksplorasi potensi diri mereka yang mencakup: minat, abilitas, dan cita-cita sehingga individu dapat merencanakan karier yang sesuai dengan potensi diri.
b. Siswa bisa mempersiapkan diri dengan baik dalam memasuki dunia kerja. Dengan persiapan yang matang individu dapat mencapai kesuksesan dalam berkarier.
c. Siswa mencapai kematangan dalam perkembangan karier
d. Siswa mampu mengambil keputusan karier secara mandiri

BAB III
KESIMPULAN
Pada aspek pribadi, ada 3 masalah yang sering dihadapi oleh siswa yaitu :
·         Merasa rendah diri dengan wajah yang kurang cantik/cakep.
·         Mudah putusa asa (frustasi) apabila mengalami kegagalan.
·         Punya keinginan (cita-cita) yang kurang sesuai dengan kemampuan.
Teknnik Pemahaman ada dua yaitu teknik non tes dan teknik tes.
Kegunaan  pemahaman pribadi  bagi siswa adalah:
a. Mampu mengeksplorasi potensi diri mereka yang mencakup: minat, abilitas, dan cita-cita sehingga individu dapat merencanakan karier yang sesuai dengan potensi diri.
b. Siswa bisa mempersiapkan diri dengan baik dalam memasuki dunia kerja.
c. Siswa mencapai kematangan dalam perkembangan karier
d. Siswa mampu mengambil keputusan karier secara mandiri

Share on :

Artikel Terkait