Pentingnya Sex Education ( Pendidikan Seks)
Di Indonesia, ternyata banyak orang yang tidak ingin benar-benar membicarakan seks. “Tetapi ketika mereka muda dan tumbuh dan masalah ini muncul pada keluarga mereka, semua orang menjadi tegang.” Apa yang harus dikatakan dan kapan?
Sex education/pendidikan seks sebenarnya berarti pendidikan seksualitas yaitu suatu pendidikan mengenai seksualitas dalam arti luas. Seksualitas meliputi berbagai aspek yang berkaitan dengan seks, yaitu aspek biologik, orientasi, nilai sosiokultur dan moral, serta perilaku.
Sesuai dengan kelompok usia berdasarkan perkembangan hidup manusia, maka pendidikan sex dapat dibagi menjadi pendidikan seks untuk anak prasekolah dan sekolah, pendidikan seks untuk remaja, untuk dewasa pranikah serta menikah.
Sex education untuk anak-anak bertujuan agar anak mengerti identitas dirinya dan terlindung dari masalah seksual yang dapat berakibat buruk bagi anak. Pendidikan seks untuk anak pra sekolah lebih bersifat pemberian informasi berdasarkan komunikasi yang benar antara orangtua dan anak.
Sex education untuk remaja bertujuan melindungi remaja dari berbagai akibat buruk karena persepsi dan perilaku seksual yang keliru. Sementara pendidikan sex untuk dewasa bertujuan agar dapat membina kehidupan sexual yang harmonis sebagai pasangan suami istri.
Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
Bagaimana bentuk sex education yang seharusnya diinformasikan kepada remaja? Remaja harus mempelajari pola-pola perilaku seksual yang diakui oleh lingkungan serta nilai-nilai sosial sebagai pegangan dalam memilih teman hidup. Remaja juga harus belajar mengekspresikan CINTA pada lawan jenisnya, dan belajar memainkan peran sesuai jenis kelamin, sebagaimana yang diakui oleh lingkungan. Dibawah ini diterangkan satu persatu mengenai tugas-tugas tersebut:
1. Memperoleh pengetahuan mengenai seks dan juga peran sebagai pria atau wanita dewasa yang diakui oleh lingkungan masyarakat sekitarnya. Pengetahuan ini penting sekali artinya, sebelum remaja mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dalam berinteraksi secara dewasa dengan lawan jenisnya. Dengan pengetahuan itu, ia akan mampu memahami kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikulnya sama baiknya dengan kesenangan dan kepuasan yang ia dapatkan. Dengan pengetahuan itu pula, ia akan lebih mampu memainkan peran sesuai jenis kelamin yang diakui oleh lingkungan masyarakat.
2. Mengembangkan sikap terhadap sex Tugas perkembangan yang kedua dalam masa transisi seksual ini adalah mengembangkan sikap yang positif terhadap seksualitas.
Sikap-sikap yang positif terhadap masalah seksualitas ini menyangkut perasaan remaja terhadap anggota kelompok lawan jenis, perasaan remaja terhadap peran perempuan atau laki-laki sesuai jenis kelamin, dan perasaan terhadap masalah-masalah seks itu sendiri. Semua perasaan ini menyangkut norma-norma yang diakui oleh lingkungan sosial dimana remaja itu menetap. Sikap yang positif terhadap masalah seksual akan mengarahkan remaja pada penyesuaian dalam heteroseksualitas yang lebih mudah dan lebih baik. Sekali saja suatu sikap terbentuk, sikap positif atau negatif, maka sikap itu cenderung akan menetap seumur hidupnya.
3. Belajar bertingkah laku dalam hubungan heteroseksual menurut cara yang diakui oleh lingkungan masyarakat.
Belajar bertingkah laku sesuai apa yang diakui oleh lingkungan sosial dalam hal relasi heteroseksual merupakan tugas perkembangan ketiga dalam masa transisi menuju seksualitas dewasa. Pengalaman bergaul dengan lawan jenis akan banyak membantu remaja dalam usahanya menguasai tugas perkembangan ini.
4. Menetapkan nilai-nilai dalam memilih pasangan hidup.
Tugas keempat yang harus dikuasai remaja dalam menjalani masa transisi menuju kehidupan seksualitas dewasa adalah menetapkan nilai-nilai yang akan menjamin suatu pengambilan keputusan yang bijaksana dalam memilih pasangan hidupnya.
5. Belajar untuk mengekspresikan cinta Tugas penting kelima adalah belajar menyatakan perasaan dan emosi yang terbangkit oleh orang yang dicintainya, sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Pada masa transisi menuju kedewasaan, pada umumnya remaja harus belajar untuk menjadi lebih outer boundsebagai ganti dari sifat self bound yang merupakan ciri kekanak-kanakan. Remaja harus belajar menunjukkan afeksinya dan memperlihatkan rasa sayangnya serta menerima hal itu dari orang lain, khususnya lawan jenisnya. Dengan dimilikinya dorongan dorongan seksual pada remaja, membuat remaja tertarik pada lawan jenis kelamin dan mulai mencoba mengekspresikan dorongan-dorongan tersebut. Disini remaja mulai mengenal arti cinta dan berusaha untuk mengekspresikan cinta tersebut. Dalam mengekspresikan cinta ini terdapat berbagai macam cara yang dilakukan remaja, baik yang bersifat nonfisikal maupun fisikal.
6. Belajar untuk memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin Belajar untuk memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin merupakan tugas keenam dalam mencapai heteroseksualitas yang matang.
Tugas ini merupakan tugas yang paling sulit dan penuh tantangan, terutama bagi remaja putri.
Seks edukasi yang komprehensive dapat mengurangi kehamilan pada remaja tanpa meningkatkan jumlah hubungan seksual ataupun Peyakit Menular Seksual.
Bagaimana orangtua tetap berbicara tentang seks sampai anak dewasa? Orangtua pada tahap ini harus ingat bahwa anak-anak benar-benar membutuhkan dan menginginkan Anda. “Remaja bukan anak dewasa yang berbadan kecil. Mereka masih membutuhkan orang dewasa sebagai sumber dan pembimbing.”
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut :
• Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
• Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab) • Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi
• Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
• Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
•Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
• Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
• Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat. Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja. Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan. Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan:
• Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
• Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.
• Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.
• Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
• Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement) apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.
Artikel Terkait
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
yes,,,sangat penting sekali ini...
ReplyDeleteterimakasih mind sudah memberikan ilmu...