Desain Pembelajaran - Makalah Hakikat mengajar


Makalah ini sebelumnya sudah pernah di presentasikan di STAI Tuanku Tambusai Pasir Pengaraian Kab. Rokan Hulu - Riau




BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Pembelajara itu sangat berkaitan dengan strategi atau metode pembelajaran. Oleh karena itu , enetapan strategi yang relevan merupakan suatu keharusan. Strategi pebelajaran yang tepat akan membina peserta didik (mahasiswa) untuk berfikir mandiri , kreatif , dan sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi yang terjadi dan yang mungkin terjadi . penetaan strategi yang tidak tepat dapat berakibat fatal . alih – alih mencapai tujuan pembelajaran , yang terjadi justru hal – hal yang kontraproduktif dan berlawanan dengan apa yang ingin dicapai , misalnya seorang dosen mengajar agar mahasiswa menjadi kreatif , tetapi dengan cara otoriter dan kaku.

Untuk mencapai hasil yang optimal ia hrus mendapatkan kesemptan kesempatan guna mengaplikasikan teori – teori tersebut dan berlatih berlari tahap demi tahap dengan perbaikan – perbaikan seperlunya . hal yang sama juga berlaku untuk pembeajaran yang lain , seperti kemampuan berpikir, keterampian bergaul dan managemen(riberu dalam roijakkers, 1986:xxi)

Cara mengajar demikian bisa berlangsung apabila peserta didik secara leluasa dapat melatih kemampuannya dalam berbagai bentuk kegiatan proses pembelajaran yang berangsung didalam kelas harus membantu proses belajar peserta didik dan merangsang serta mendorong mereka untuk secara mandiri aktif melakukan sesuatu.








BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Mengajar
Proses beajar mengajarkonvensional umumnya berangsung satu arah yang merupakan proses transfer atau pengalihan pengetahuan , informasi , norma, nilai , dan lain-lainnya dari seorang guru atau dosen kepada peserta didik, murid , atau mahasiswa.

Kunci keberhasilan pendidikan khususnya pendidikan orang dewasa adaah keterlibatan penuh mereka sebagai warga belajar dalam proses pembelajaran. Keterlibatan yang dimaksud disini adalah “Pengalaman” keterlibatan seluruh potensi dari warga belajar, mulai dari telinga, mata, hingga aktifitas dan mengalami langsung.

Proses belajar mengajar konvensional umumnya berlangsung satu arah yang merupakan proses transfer atau pengalihan pengetahuan informasi, norma, nilai, dll dari seorang guru atau dosen kepada peserta didik, murid, atau mahasiswa. Proses seperti itu dibangun atas anggapan bahwa peserta didik ibarat bejana kosong atau kertas putih tersebut. Sistem seperti itu disebut bank system (Surjadi, 1983).

Menurut Cranton (1992:57), menggunakan pengalaman sebagai cara belajar  yang diawali Dewey dan menggunakan pengalaman sebagai sumber belajar merupakan dua konsep fundamental dalam pendidikan orang dewasa. Oleh karena itu Dewey beranggapan bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung seumur hidup (life long education).

Labih dari itu , refleksi tersebut menjadi unsure penting dalam belajar. Proses refleksi disini mencakup hal – hal berikut, yakni mengangkat pengalaman , menggunakan ide – ide positif dan keterlibatan perasaan – perasaan yang menjadi hambatan belajar, dan mengevaluasi kembali pengalaman – pengalaman tersebut. Hasilnya kemudian adaah munculnya perspektif baru terhadap pengalaman tersebut, perubahan perilaku , dan rencana tindakan.

Berkaitan dengan ide tersebut , Mezirow (1990) secara khusus membangun dasar teoritis belajar transformatif ( Transformative learning). Yang digambarkan secara rinci. Transformative learning adalah proses refleksi diri yang kritis , atau proses mempertanyakan asumsi – asumsi dan nilai – nilai yang membentuk dasar pandangan dunia . nilai – nilai tersebut tidak harus diubah , tetapi diuji ; daam arti , sumber – sumber nilai tersebut diidentifikasi serta bisa diterima dan dijustifikasi atau revisi atau mungkin ditolak.

Transformatif learning dapat terjadi sebagai akibat dari krisis kehidupan , seperti perubahan pekerjaan , pensiunan, kematian pasangan hidup, pindah tempat, atau perceraian, meskipun demikian , belajar transformative dapat juga dibuat dengan interaksi yang menantang dengan orang lain , termasuk dosen , dengan berpartisipasi dalam latihan dan kegiatan yang didesain dengan baik dan dengan stimulasi melalui bahan bacaan dan bahan visual.

B. Mengajar di Perguruan Tinggi.
Setiap dosen memiliki pengalaman dan pemahaman yang berbeda tentang hakikat mengajar. Penelitian yang dilakukan oleh Margaret Balla Gloria Dall ‘Alba, dan Elaine Martin di Melbourne, Australia dan John Biggs di Hongkong dengan mewawancarai para dosen menggambarkan Beajar – mengajar dalam disiplin mereka , dalam studi tersebut , setidak – tidaknya, memunculkan tiga cara memahami peran dosen di perguruan tinggi. Setiap cara itu memiliki implikasi terhadap bagaimana seharusnya mahasiswa belajar.

1. Mengajar Adalah menyampaikan
Sebagaian Besar dosen , baik secara Eksplisit maupun implicit , mendefinisikan tugas mengajar adalah menyampaikan materi yang otorial atau mendemonstrasikan prosedur – prosedur , pengetahuan yang akan disampaikan kepada mahasiswa pda tingkat ini dipandang sebagai suatu yang tidak problematic, berlawanan dengan pengetahuan yang dibangun didalam dunia penelitian dan kajian yang lebih tinggi , seperti S2 atau S3. Materi Perkuliahan dianggap sebagai sui Generis dan pandangan seperti ini harus ditanamkan kepada mahasiswa .
Ada juga anggapan para dosen yang percaya terhadap keberadaan mahasiswa pintar dan mahasiswa lemah, yang menganggap bahwa kualitas belajar mahasiswa ditentukan oleh kemampuan dan kepribadian yang tidak bisa diubah melalui pengajaran.

2. Mengajar adalah megorganisir aktivitas mahasiswa
Diasumsikan bahwa ada seperangkat aturan tertentu yang mungkin dapat diaplikasikan secara sempurna untuk membuat mereka belajar. Hal ini yang mungkin tercakupi adalah cara-cara memotivasi mahasiswa sehingga mereka berada dalam kerangkam psikologis yang benar untuk belajar materi yang menjemukan; pendekatan reward and punishment yang sederhana dalam penilaian (“Kalau kamu tidak belajar, kamu tidak lulus”); tehnik mempromosikan diskusi dikelas dan proses mahasiswa yang menuntut untuk mengaitkan pengetahuan teoritis dengan pengalaman mereka, seperti bentuk-bentuk belajar experiensial (experiential learning).

3. Mengajar adalah membuat mahasiswa belajar
Teori berikut ini melihat bahwa mengajar dan belajar sebagai dua sisi yang tidak terpisahkan dari sebuah koin. Mengajar, mahasiswa, dan materi yang akan dipelajari terkait satu dengan yang lain oleh sebuah sistem atau kerangka. Mengajar dipahami sebagai sebuah proses kerjasama dengan mahasiswa untuk membantu mengubah pemahaman mereka. Dengan kata lain, mengajar adalah membantu mahasiswa belajar. Mengajar menyangkut upaya menemukan kesalah pahaman mahasiswa, mendorong perubahan, dan menciptakan situasi atau konteks belajar yang dapat mendorong mahasiswa agar secara aktif bergelut dengan materi perkuliahan. Teori ini sangat peduli dengan materi yang harus dipelajari oleh mahasiswa dan hubungannya dengan bagaimana seharusnya materi tersebut diajarkan. Materi yang diajarkan dan masalah mahasiswa yang dihadapi mahasiswa dalam mempelajari materi tersebut menetukan metode pengajaran yang akan digunakan.

C. Belajar Aktif
Apa yang anda pikirkan ketika anda mendengar “belajar aktif”? Banyak orang berpikir bahwa belajar aktif adalah membuat peserta didik beraktivitas, bergerak, dan melakukan sesuatu dengan aktif. Salah satu indikator pentingnya belajar aktif adalah situasi kelas yang ramai bergemuruh, sementara guru lebih santai. Hal ini dapat dipahami karena kita telah lama mengenal istilah cara belajar siswa aktif (CBSA) yang kemudian sering disalahartikan.

Dari brainstorming diatas anda dapat menarik aspek-aspek penting yang membedakan antara belajar aktif dan belajar aktif. Dalam Quantum Learning, Bobbi de Porter menyimpulkan hakekat perbedaan belajar aktif dengan belajar pasif sebagai berikut :
Belajar Aktif vs Belajar Pasif
* Belajar apa saja dari setiap situasi
* Tidak dapat melihat adanya potensi belajar
* Menggunakan apa yang dipelajari untuk keuntungan anda
* Mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar
* Mengupayakan agar segalanya terlaksana
* Membiarkan segalanya terjadi
* Bersandar pada kehidupan
* Menarik diri dari kehidupan


Dalam Active Learning, 101 Strategies to Teach any Subject, Mel Silberman mengawalinya tulisannya dengan mengutip kata-kata bijak Konfusius, seorang filosof Cina yang hidup lebih dari 2400 tahun lalu :
“Apa yang saya dengar saya lupa”
“Apa yang saya lihat saya ingat”
“Apa yang saya kerjakan saya paham”
Ungkapan filosof itu dikembangkannya menjadi apa yang disebut dengan active learning crido :
“Apa yang saya dengar saya lupa”
“Apa yang saya dengar dan lihat ingat sedikit”
“Apa yang saya dengar, lihat, dan saya tanyakan, atau diskusikan saya mulai paham”
“Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan saya kerjakan, saya peroleh pengetahuan dan ketrampilan” Dan “Apa yang saya ajarkan kepada orang lain saya kuasai”.
Secara implisit Mel Silberman ingin menunjukkan bahwa belajar lebih bermakna dan bermanfaat apabila mahasiswa menggunakan semua alat indra, sekaligus berpikir mengolah informasi dan ditambah dengan mengerjakan sesuatu. Dengan mendengarkan saja, kita tidak dapat mengingat banyak dan akan mudah lupa.

D. Cara Kerja Otak

Menurut pandangan mutakhir tentang pengolahan informasi kognitif, otak manusia dianggap sebagai sebuah prosesor informasi yang sama dengan komputer. Ketika proses belajar terjadi, informasi adalah input dalam bentuk beberapa kemampuan yang dipelajari. Dari serta output dalam bentuk beberapa kemampuan yang dipelajari.
Ketika satu stimulus mendapatkan respons, terdapat proses mental yang rinci. Stimulus tersebut akan melalui rangkain transformasi sampai kemudian tersimpan secara permanen dalam ingatan. Untuk memahami pengolahan informasi secara kognitif, akan disajikan sebuah model pengolahan informasi, seperti ditunjukkan dalam skema model pengolahan informasi dalam ingatan.
DAFTAR PUSTAKA

  1. Zaini Hisyam, “Desain Pembelajaran diperguruan tinggi”
  2. www.google.com (search engine)

posted in http://www.canboyz.co.cc
Share on :

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment

Silahkan ketikkan komentar anda disini