Makalah ariyah dan pengertiannya
1.1 pengertian ‘Ariyah
‘Ariyah menurut bahasa yaitu pinjaman, sedangkan menurut istilah ‘Ariyah ada beberapa pendapat:
1. Menurut Hanafiyah ‘ariyah adalah
ﺗﻤﻠﻴﻚ ١ﻟﻤﻨﺍﻓﻊ ﻣﺤﺍﻧﺍ
“memiliki manfa’at secara Cuma-Cuma”
2. Menurut malikiyah ‘ariyah adalah
“memiliki manfa’at dalam waktu tertentu tanpa imbalan”
3. Menurut Syafi’iyah ‘ariyah adalah
ﺇ ﺑﺎ ﺣﺕ ﺍﻻ ﻧﺘﻔﺎ ﻉ ﻣﻦ ﺷﺨﺺ ﻔﻴﻪ ﺃ ﻫﻠﻴﺖﺍﻠﺗﺒﺭﻉ ﺒﻪ ﺒﻘﺄ ﻋﻴﻨﻪ ﻟﻴﺭﺩ ﻩ ﻋﻠﻰ ﺍﻠﻤﺘﺒﺭﻉ
“kebolehan dalam mengambil manfa’at dari seseorang yang membebaskanya, apa yang mungkin untuk dimanfa’atkan, serta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya”
4. Menurut Hanabilah ‘ariyah adalah
إﺑﺍﺣﺔ ﻧﻔﻊ١ﻟﻔﻴﻦ ﺑﻔﻴﺮﻋﻮﺽ ﻣﻦ١ﻟﻤﺳﺘﻌﺮﺃﻭﻏﻴﺮە
“kebolehan memanfa’atkan suatu zat barang tanpa imbalan dari peminjam atau yang lainya “
Dalam Surat annisa’ ayat 58
إن١ﷲ ﻳﺃ ﻣﺮﻛﻢ ﺃ ن ﺗﻮﺩﻮ١١ﻻﻣﺍﻧﺍﺕﺈﻟﻯﺃﻫﻠﻬﺍ (ﺍﻟﻧﺴﺄ )
“sesungguhnya Allah memerintahkan kamu agar menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”
1.2 Dasar Hukum ‘Ariyah
Sebenarnya ‘ariyah adalah merupakan sarana tolong menolong antara orang yang mampu dan orang yang tidak mampu. Bahkan antara sesama orang yang mampu dan tidak mampu pun ada kemungkinan terjadi saling meminjam. Sesuai dengan firman Allah:
ﻭﺗﻌﺎﻭﻧﻮ۱ﻋﻠﻰ۱ﻟﺒﺮﻭ۱ﻟﺘﻘﻮﻯ(ﺍﻟﻣﺎﺋﺩﺓ)
“dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa”(al maidah: 2)
Dan didalam hadits Rasullah :
۱ﻥ ﺭﺳﻮﻻﷲ ﺻﻠﻌﻢ۱ﺳﺎﻣﻦﺃﺑﻰ ﻁﻠﺤﺔ ﻓﺮﻛﺒﺔ (ﺭﻭﻩﺍﻟﺒﺧﺭﻯﻭﻣﺴﻟﻡ)
“Rasullah meminjam kuda abi tholib dan mengendarainya”( al bukhori)
Dalam suatu riwayat ada dijelaskan bahwa pernah meminjam baju Abu safyan dengan suatu jaminan, tidak dengan jalan merampas dan tanpa izin. Berdasarkan dengan hadits diatas ulama fiqh ulama fiqh mengatakan bahwa ‘ariyah hukumanya Mandub( ﻣﻨﺩﻮﺏ ) karena melakukan ‘ariyah merupakan salah satu bentuk ketaatan (ﺗﻌﺒﺩ) kepada Allah SWT.
Namun para ulama mempunyai pandangan yang berbeda dalam menetapkan asal akad yang menyebabkan peminjaman “memiliki manfa’at” barang yang dipinjam. Peminjam itu dilakukan secara suka rela, tanpa ada imbalan dari pihak peminjam. Oleh sebab itu peminjam berhak meminjamkan barang itu kepada orang lain untuk dimanfa’atkan, karena manfaat barang tersebut telah menjadi miliknya, kecuali pemilik barang membatasi pemanfaatanya bagi peminjam saja atau melarangnya meminjamkan kepada oranglain.
Mazhab Syafi’i, Hanafi, Abu Hasan Ububilah bin hasan Al kharki berpendapat bahwa ‘ariyah hanya bersifat memanfaatkann benda tersebut karena itu kemanfaatanya terbatas kepada pihak kedua saja(peminjan) dan tidak boleh dipinjamkan kepada pihak lai, namun semua Ulama sepakat bahwa benda tersebut tidak boleh disewakan kepada orang lain.
Ulama juga berpendapat dalam menentukan hukum. Berdasarkan sifat peminjam, jumhur ulama berpendapat bahwa pemanfaatan barang oleh peminjam terbatas pada izin kemanfaatan yang diberikan oleh pemiliknya.
Ulama mazhab Hanafi membedakan antara ‘ariyah yang bersifat mutlak dan terbatas. Bila benda itu dipinjamkan kepada pihak lain (pihak ketiga) maka peminjam(pihak kedua) berkewajiban mengganti rugi (kerugian), sekiranya terjadi kerusakan dan mengganti sepenuhnya sekiranya benda itu hilang.
3
1.3 Rukun ‘Ariyah
Jumhur ulama mengatakan rukun ‘ariyah ada empat yaitu:
1. Orang yang meminjamkan
2. Orang yang meminjam
3. Barang yang dipinjam
4. Lafaz pinjaman
Ulama Mazhab Hanafi, mengatakan bahwa rukun ‘ariyah hanya satu saja tidak perlu kabul. Namun menurut Zufar bin Husail bin Qoiz(Ahli fiqih mazhab hanafi) kabul tetap diperlukan yaitu yang menjadi rukun ‘ariyah adalah ijab dan kabul. Menurut Mazhab Hanafi, rukun no 1, 2, 3 yang disebutkan jumhur ulama diatas, bukan rukun tetapi termasuk syarat.
Mengenai syarat ‘ariyah adalah:
1. Orang yang meminjam harus orang yang berakal dan dapat (cakap) bertindak atas nama hukum karena orang tidak berakal, tidak dapat memegang amanat. Oleh sebab itu anak kecil, orang gila, dungu, tidak boleh mengadakan akad ‘ariyah’
2. Barang yang akan dipinjamkan bukan barang yang apabila dimanfaatkan habis. Seperti makanan dan minuman.
1.4 Pembayaran Pinjaman
Setiap orang meminjam sesuatu kepada orang lain berarti peminjam memiliki hutang kepada yang berpiutang(mu’ir)setiap hutang wajib dibayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau membayar hutang. Bahkan melalaikan pembayaran hutang juga termasuk aniaya. Perbuatan aniaya termasuk perbuatan dosa sebagaimana sabda Rosullah saw:
( ﺭﻭﺍﻩﺍﻠﺒﺨﺭﻭﻣﺴﻠﻢ ) ﻣﻄﻞ ﺍﻟﻔﻨﻲ ﻆﻠﻡ
“orang kaya yang melalaikan membayar hutang adalah aniaya”(riwayat bukhori muslim).
Melebihkan bayaran dari sejumlah hutang diperbolehkan, asal saja kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berhutang semata. Hal ini akan menjadi nilai kebaikan yang membayar hutang. Sebagaimana sabda Rosullah saw:
ﻓﺎﺀﻥﻣﻦ ﺧﻴﺭﻛﻢ ﺃ ﺣﺴﻛﻢ ﻗﻀﺎ (ﺭﻭﺍﻩﺍﻩﻠﺒﺠﺭﻯﻭﻣﺴﻠﻡ)
“sesungguhnya diantara orang yang terbaik dari kamu adalah orang yang sebai-baiknya dalam mambayar hutang”(riwayat bukhori dan muslim)
Rosullah saw perhutang hewan, kemudian beliau membayar hutang itu dengan yang lebih besardan tua umurnya dari hewan yang beliau pinjam. Jika penambahan tersebut dikehendaki oleh orang yang berhutangan, maka tambahan itu tidak halal bagi yang brpiutang untuk mengambil.
Sabda Rosullah saw:
(ﺃﺧﺭﺟﻪﺍﻠﺒﻴﻬﻕ) ﻛﻞ ﻗﺭﺽ ﺟﺭﻣﻬﻔﻌﺔ ﻓﻬﻭﺟﻪ ﻣﻥ ﻭﺟﻭﻩ ﺍﻠﺭﺑﺎ
“Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaatnya, maka itu adalah salah satu cara dari sekian cara riba”(dikeluarkan oleh Baihaqi).
1.5 Membayar Pinjaman Dan Menyewakan
Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa peminjamkan benda pinjaman kepada orang lain. Sekianpun pemiliknya belum mengizinkanya jika penggunaanya untuk hal – hal yang tidak berlainan dengan tujuan pemakaian pinjaman.
Menurut mazhab Hambali, peminjam boleh memanfaatkan barang pinjaman atau siapa saja yang menggantikan statusnya selama peminjaman berlangsung, kecuali jika barang tersebut disewakan haram hukumnya. Merupakan. Hambaliyah menyewakan barang pinjaman tanpa seizin pemilik barang.
1.6 Tanggung Jawab Peminjam
Bila peminjam telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian barang tersebut rusak, ia berkewajiban menjaminya. Baik karena pemakaian yang berlebihan maupun karena yang lainya. Demikian menurut Ibn Abbas, Aisyah, Abu Khurairoh, Syafi’i, dan Ishaq dalam hadits yang diriwayatkan oleh samurah, Rosullah bersabda: ﻋﻠﻰﺍﻠﻴﺩﻣﺄﺧﺩﺕﺣﺘﻰﺘﻭﺩﻱ
“Pemegang berkewajiban menjaga apa yang ia terima hingga ia mengembalikanya”
Sementara para pengikut Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa, pinjaman tidak berkewajiban menjamin barang pinjamannya kecuali karena tindakan yang berlebihan.
Sabda Rosullah saw:
ﻟﻴﺲﻋﻠﻰﺍﻟﻤﺴﺘﻌﻴﺮﺧﻴﺮﺍﻟﻤﻔﻞﺿﻤﺎﻥﻭﻩﺍﻟﻤﺴﺘﻮﺩﻉﺧﻴﺭﺍﻟﻤﻔﻞﺿﻤﺎﻥﺃﺧﺭ(ﺟﻪﺍﻟﺩﺍﺭﻗﻄﻨﻰ
“pinjaman yang tidak berhianat tidak berkewajiban mengganti kerusakan, orang yang dititipi yang tidak berkhianat tidak berkewajiban mengganti kerusakan” (dikeluarkan al-Daruqurhni)
Baca Juga Makalah Psikologi Agama
Baca Juga Makalah Psikologi Agama
Artikel Terkait
No comments:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment
Silahkan ketikkan komentar anda disini