Makalah tentang gadai (Ar-Rahn) dan pengertiannya


3.1.   Pengertian Gadai (Ar-Rahn)
                            Dalam hidup ini, ada kalanya orang mengalami kesulitan. Pada suatu ketika, untuk menutupi kesulitan itu terpaksa meminjam uang kepada orang lain. Apakah kepada rumah penggadaian atau kepada perorangan. Pinjaman itu harus disertai dengan jaminan(koletrral). Didalam ensiklopedi indonesia disebutkan bahwa gadai atau hak gadai adalah hak atas benda bergerak milik sihutang yang diserahkan ketangan sipemberi hutang sebagai jaminan pelunasan hutang tersebut(pasal 1150-1160, kitab UU hukum perdata)


                            Gadai diadakan dengan persetujuan dan hak itu hilang jika gadai itu lepas dari kekuasaan  sipemberi hutang.

3.2.   Dasar Hukum Gadai
                   Perjanjian gadai itu dibenarkab dalam islam, sebagai mana firman Allah Swt:
                                                                                                                ﻭﺍﻦﻛﻨﺗﻡﻋﻠﻰﺳﻔﺭﻭﻠﻡﺗﻀﺩﻭﺍﻛﺎﺗﺑﺎﻔﻦﻫﺎﻦﻣﻘﺑﻭﻀﺔﻓﺈﻦﺃﻣﻦﺑﺤﻀﻜﻡﺑﺤﻀﺎﻓﻠﺆﺪﺍﻠﺫﻯﺍﺆﻗﻤﻦﺃﻤﺎﻧﺘﻪﻭﻠﻴﺘﺍﷲﺭﺱ(ﺍﺑﻘﺭﺓ)
“jika kamu dalam perjalanan (dan tidak bermualah secara tunai) sedang ka u tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaknya ada orang barang tanggungan yang dipegang(oleh yang berpiutang. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya(Al-baqoarah:285)

Sabda Rosullah saw:

ﻋﻦﺃﻧﺲﻗﺎﻝﺭﻫﻦﺭﺳﻮﻝﷲﺻﻠﻡﺭﻋﺎﻋﻧﺩﻠﻬﻮﺩﻱﺑﺎﻠﻤﺩﻳﻨﺔﻮﺃﺧﺫﺷﺨﻳﺭﺍﻷﻫﻠﻼ                                                                                                             (ﺭﻮﺃﻩﺣﻣﺩﻮﺃﺣﻣﺩﻮﺍﻠﺒﺨﺎﺭﻯﻭﺍﻠﻧﺴﺎﺀﻭﺍﻠﺒﻦﻣﺎﺟﻪ
“dari anas berkata: “Rosullah telah menuguhkan baju besi beliau kepada seorang yahudi dimadinah, sewaktu Beliau menghutang syair(gandum) dari orang yahudi itu untuk keluarga beliau.(HR Ahmad, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
                   Menurut riwayat lain, gandum yang dipinjam Rosullah sebanyak 30 sha’(90 liter) dan sebagai jaminanya baju perang beliau. Dari hadist diatas dapat dipahami bahwa bermualah dibenarkan juga dengan non muslim, dan harus ada jamianan sebagai pegangan sehingga tidak kehawatiran bagi yang memberi piutang.
        
3.3.   Syarat Syah Gadai
                   Menurut Sayyid  Sabiq, bahwa gadai itu baru dianggap sah apabila memenuhi empat syarat Yaitu:
a.                 orangnya sudah dewasa
b.                berfikiran sehat
c.                 barang yang digadaikan sudah ada saat terjadi aqad gadai
d.                barang gadaian dapat diserahkan atau dipegang oleh penggadai
barang atau benda yang dijadikan jaminan itu dapat berupa emas, berlian dan benda bergerak lainya dan dapat pula berupa surat-surat berharga(surat tanah, Rumah)

3.4    Pemanfaatan Barang Gadai
       Ada cara lain, bahwa sawah atau kebun yang dijadikan jaminan itu diolah oleh pemilik sawah atau kebun itu. Tetapi hasilnya dibagi antara pemilik dan penggadai selama piutangnya belum selesai dikembalikan.
Pada dasarnya pemilik sawah atau kebun dapat mengambil manfaatnya.

 BERDASARKAN SABDA ROSULLAH SAW:
ﻻﻳﻐﻟﻖﺍﻠﺭﻫﻦﻣﻦﺻﺎﺣﻳﺑﻪﺍﻠﺫﻯﺭﻫﻧﻪﻟﻪﻏﻧﻬﻪﻭﻋﻟﻳﻪ                                                     
“jaminan itu tidak menutupi yang punyanya dari manfaat barang(yang digadaikan)itu faedahnya dia, dan dia juga wajib memikul beban(pemilik barang)”.(HR Syafi’i dan Daru-Quthni)
                   Kemudia ada lagi muncul pertanyaan bagaimana halnya sekiranya menggadaikan kerumah penggadaian? Biasanya yang digadaikan itu emas, berlian, kain, barang berharga lainy, dan langsung disimpan pada rumah penggadaian itu.
Menurut hemat peminjaman uang kerumah penggadaian, sama halnya dengan meminjam uang ke bank, dan sama dengan membayar jasa.
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
‘ariyah yaitu perbuatan seseorang yang membolehkan atau mengizinkan orang lain untuk mengambil manfaat barang miliknya tanpa ganti rugi
Hiwalah (ﺍﻟﺤﻭﻟﻪ) berarti pengalihan, pemindahan, berubah kulit dan memikul sesuatu diat Ulama mazhab Hanafi (Ibnu Abidin) mendefinisikan Hiwalah ialah pemindahan membayar hutang dari orang yang berhutang (al-muhiil =   ﺍﻟﻣﺤﻴﻞ Kepada yang berhutang lainya(muhaal alaih=                                                                                                                      ﺍﻟﻣﺤﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ)Ulama mazhab Hanafi lainya (Kamal bin Humman)mendefinisikanya dengan : ”Pengalihan kewajiban membayarkan hutang dari pihak pertama kepada pihak lainya yang berhutang kepadanya atas dasar saling mempercayai”.
Baca Juga Makalah tentang Hiwalah
Share on :

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment

Silahkan ketikkan komentar anda disini