makalah tentang Hiwalah dan pengertiannya


1.1.         Pengertian Hiwalah
1.2.         Dasar Hukum Hiwalah
1.3.         Jenis Hiwalah
1.5.         Syarat Hiwalah
1.6.         Akibat Hukum
1.7.         Akad hiwalah berakhir
Hiwalah (ﺍﻟﺤﻭﻟﻪ) berarti pengalihan, pemindahan, berubah kulit dan memikul sesuatu diatas pundah.
Pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) kepada pihak kedua untuk menuntut pembayaran hutang dari atau membayar hutang kepada pihak ketiga. Karena pihak ketiga berhutang kepada pihak pertama. Baik pemindahan (pengalihan) itu dimaksudkan sebagai ganti pembayaran maupun tidak.
Ulama mazhab Hanafi (Ibnu Abidin) mendefinisikan Hiwalah ialah pemindahan membayar hutang dari orang yang berhutang (al-muhiil =   ﺍﻟﻣﺤﻴﻞ Kepada yang berhutang lainya(muhaal alaih=                                                                                                                      ﺍﻟﻣﺤﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ)Ulama mazhab Hanafi lainya (Kamal bin Humman)mendefinisikanya dengan : ”Pengalihan kewajiban membayarkan hutang dari pihak pertama kepada pihak lainya yang berhutang kepadanya atas dasar saling mempercayai”.
Pelaksanaan Al-Hiwalah dibenarkan dalam islam. Sebagaimana sabda Rosullah saw:
                                                                                                                  ﻣﻄﻝﺍﻠﻐﻧﻰﻃﻠﻡ ﻭﺇﺫﺍﺍﺗﺒﻊﻋﻠﻰﻣﻠﻰﺀﻓﺎ ﻠﺒﺘﻊ  (ﺭﻭﺍﻩﺍﻠﺠﻣﻪﻋﺔ)                                                     
“Memperlambat pembayaran hukum yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan zalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang, maka hendaklah ia beralih(diterima pengalihan tersebut)”.(HR Jamaah)

Sabda Rosullah saw:
ﻣﻄﻝ ﺍﻠﻐﻨﻰﻃﻠﻡﻨﺎﺀ ﺫﺍ ﺃﺣﻴﻝﺃﺣﺪ ﻛﻡﻋﻀﻰﻣﻠﻰﺀ ﻓﻠﻴﺣﻝ (ﺭﻭﺍﻩﺃﺣﻣﺩﻭﺍﻠﺑﻴﻬﻘﻰ)
“Orang yang  mampu membayar hutang haram atasnya melalaikan hutangnya. Apabila salah seorang diantara kamu memindahkan hutangnya kepada orang lain, hendaklah diterima pilihan itu, asal yang lain itu mampu membayar”.(HR Ahmad dan Baihaqi)
Mazhab Hanafi membagi hiwalah dalam beberapa bagian, ditinjau dari segi objek aqad maka hiwalah dapat sibagi dua:
*   Apabila dipindahkan itu merupakan hak menuntut hutang,maka pemindahan itu disebut hiwalah Al haqq(ﺣﻭﺍﻠﺔﺍﻠﺤﻕ)atau pemindahan hak.
*   Apabila dipindahkan itu kewajiban untuk membayar hutang, maka pemindahan itu disebut hiwalah Al-Dain(ﺣﻭﺍﻠﺔﺍﻠﺩﻴﻦ)atau pemindahan hutang
Ditinjau dari sisi lain hiwalah terbagi dua pula yaitu:
*    Pemindahan sebagai ganti dari pembayaran hutang pihak pertama kepada pihak kedua yang disebut hiwalah al-muqayyadah                 (            ﺣﻭﺍﻠﺔﺍﻠﻣﻘﻴﺩﺓ ) atau pemindahan bersyarat
*    Pemindahan hutang yang tidak ditegaskan sebagai ganti dari pembayaran  hutang pihak pertama kepada pihak keduayang disebut hiwalahal- muthadah(    )atau pemindahan mutlak.

1.4.         Rukun hiwalah
Menurut mazhab hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan melakukan hiwalah) dari pohak pertama, dan qabul (penyataan menerima hiwalah) dari pihak kedua dan pihak ketiga.
Menurut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali rukun hiwalah ada enam yaitu:
*    Pihak pertama
*    Pihak kedua
*    Pihak ketiga
*    Ada hutang  pihak pertama pada pihak kedua
*    Ada hutang pihak ketiga kepada pihak pertama
*    Ada sighoh (pernyataan hiwalah)
Semua imam mazhab (Hanafi, maliki, Syafi’i dan Hambali) berpendapat bahwa hiwalah menjadi syah apabila sudah terpenuhi Syarat-syaratnya yang berkaitan dengan pihak pertama, kedua, dan ketigaserta yang berkaitan hutang itu.
                                           I.            Syarat bagi pihak pertama
a.      Cukup dalam melakukan tindakan hukum da;lam bentuk aqad yaitu baliqh dan berakalhiwalah tidak syah dilakuakan oleh anak kecil walaupun ia sudah mengerti(mumayyiz)
b.     Ada persetujuan jika pihak pertama dipaksa untuk melakuakan hiwalah maka aqad tersebut tidak syah

                                        II.            Syarat kepada pihak kedua
a.    Cukup melakukan tindakan hukum yaitu baliq dan berakal
b.   Dinyaratkan ada persetujuan dari pihak kedua terhadap pihak pertama yang melakukan hiwalah (mazhab Hanafi sebagian besar mazhab Maliki dan syafi’i)

                                     III.            Syarat bagi pihak ketiga
a.    Cukup melakukan tindakan hukum dalam bentuk akad, sebagai syarat bagi pihak pertama dan kedua
b.   Disyaratkan ada pernyataan persetujuan dari pihak ketiga(mazhab hanafi) sedangkan mazhab lainya  (Maliki, Syafi’i dan Hambali) tidak mensyaratkan hal ini, sebab dalam aqad hiwalah pihak ketiga dipandang sebagai objek aqad
c.    Imam Abu Hanifah dan Muhammad bin hasan asy-syaibani menambahkan bahwa kabul tersebut dilakukan dengan sempurna oleh  pihak ketiga didalam suatu majelis aqad

                                    IV.            Syarat yang dilakukan terhadap hutang yang dialihkan
a.    Sesuatu yang dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk hutang piutang yang sudah pasti
b.   Apabila mengalihkan hutang itu dalam bentuk hiwalah al-muqayyadah semua ulama fiqih menyatakan bahwa baik hutang pihak pertama kepada pihak kedua maulun hutang kepada pihak ketiga kepada pihak pertama meski sama jumlah dan kwalitasnya
c.    Mazhab syafi’i menambahkan bahwa kedua hutang tersebut mesti sama pula,  waktu jatuh temponya, jika tidak sama maka tidak sah
Jika aqad hiwalah  telah ternjadi maka akibatnya:
v           Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban pihak pertama untuk membayar hutang kepada pihak kedua dengan sendirinya menjadi terlepas
v           Aqad hiwalah menyebabkan lahirnya hak bagi pihak kedua untuk menuntut pembayaran hutang kepada pihak ketiga
v           Mazhab Hanafi yang membenarkan terjadi hiwalah al-muthallaqoh berpendapat bahwa jika aqad hiwalah al-muthalaq terjadi karena inisiatif dari pikah perta, maka hak dan kewajiban antara pihak pertama dan pihak ketiga yang mereka tentukan ketika melakukan akad hutang piutang sebelumnya, masih tetap berlaku. Khususnya jika jumlah hutang piutang antara ketiga pihak tidak sama.

Akad hiwalah berahkir jika terjadi hal-hal berikut:
a.     Salah satu pihak yang melakukan akad tersebut membatalkan akad, sebelum akad itu berlaku secara tetap.
b.    Pihak ketiga melunasi hutang yang dialihkan kepada pihak kedua.
c.    Jika pihak kedua meninggal dunia, sedangkan pihak ketiga merupakan ahli waris yang mewarisi harta pihak kedua.
d.    Pihak kedua menghibahkan atau menyedekahkan harta yang merupakan hutang dalam akad hiwalah terdebut kepada pihak ketiga
e.     Pihak kedua membebaskan pihak ketiga dari kewajibanya untuk membayar hutang yang dialihkan tersebut.
f.      Menurut mazhab Hanafi, hak pihak kedua tidak dapat dipenuhi kerena pihakketiga mengalami pailit(bangkrut) atau menunggal dunia dalam keadaan pailit.
Peryaratan-persyaratan yang btelah disepakati bnersama harus dipatuhi oleh semua pihak. Sebagaimana sabda Rosullah saw:                                                                           (ﺍﻠﻣﺴﻠﻣﻭﻦﻋﻠﻰﺷﺭﻭﻂﻬﻡ (ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻠﺘﺭﻣﻴﺫﻯﻭﺍﻠﺣﺎﻜﻡ     
“Umat islam terikat dengan syarat-syarat yang telah ditetepkan(bersama)”(HR Tirmizi dan Al Hakim)
Sekiranya ada pihak yang diragukan dalam melaksanakan akad hiwalah itu. Maka ia dapat mengadakan gugatan yang sudah barang tentu bukti yang kuat dengan dapat dipertanggung jawabkan.
Sabda Rosullah saw:
ﺍﻠﺒﻴﻨﺔ ﻋﻠﻰﺍﻠﻣﺩﻋﻰ ﻭﺍﻠﻴﻣﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﻣﻑ ﺍﻠﺣﺭ(ﺭﻭﺍﻩﺍﻠﺒﺨﺭﻯﻭﺍﻠﺗﺭﻣﻴﺫﻯﻭﺍﺒﻦﻣﺎﺟﻪ                        )
“Penggugat wajib mengajukan alat bukti sedangkan tergugat menyatakan sumpah”(HR Bukhori, Tirmuzi, dan Ibnu Majah).

Share on :

Artikel Terkait

1 comment:

Silahkan ketikkan komentar anda disini