Makalah Nikah Mut'ah - Munakahat


PEMBAHASAN

NIKAH MUT'AH
A. Pengertian Nikah Muth'ah
Nikah muth'ah adalah ikatan seeorang laki-laki dengan seseorang perempuan dalam batas waktu tertentu dengan upah tertentu pula.
Menurut imam-imam madzhab di dalam kitab mereka, nikah muth'ah adalah pernikahan dengan batasan waktu baik waktunya sudah diketahui atau tidak, kurang lebih lamanya waktu adalah sampai empat puluh lima hari, kemudian nikah itu naik dengan mengganti batas waktu tersebut dengan batasan satu kali haidh atau dua kali haidh pada wanita yang haidh. Dan selama 4 bulan 10 hari pada wanita yang ditinggal mati suaminya, dan hukum nikah tersebut bahwasanya tidak ditetapkan mahar tanpa syarat baginya, dan tidak ditetapkan nafkah baginya, dan tidak ada waris-mewaris, tidak ada I'ddah kecuali meminta lepas menurut yang ia ingat, dan tidak ditetapkan nasab.
Dari definisi tersebut bahwasanya perkawinan yang seperti ini terjadi kontradiksi terhadap arti nikah sesungguhnya. Bahwa nikah itu adalah suatu ikatan yang kuat dan perjanjian yang teguh yang ditegakkan di atas landasan niat untuk bergaul antara suami istri dengan abadi supaya memetik buah kejiwaan yang telah digariskan Allah dalam al-qur'an yaitu ketentraman, kecintaan, dan kasih sayang. Sedangkan tujuan yang bersifat duniawi adalah demi berkembangnya keturunan dan kelangsungan hidup manusia. Seperti Firman Allah :
والله جعل لكم من انفسكم ازواجا وجعل لكم من ازواجكم بنين وحفدة (النحل : )
Artinya :
Allah telah menjadikan jodoh bagimu dari jenismu sendiri (laki-laki dan perempuan), dan dari perjodohanmu itu anak-anakmu. (An-nahl : 76)
يايهاالناس اتقوا ربكم الذى خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهارجالا كثيرا ونساء (ألنساء :1 )
Artinya :
Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An-nisa' : 1)
B. Tharikh nikah Muth'ah
Nikah muth'ah pernah diperbolehkan oleh Rasulullah sebelum stabilitasnya syari'at islam, yaitu diperbolehkannya pada waktu berpergian dan peperangan. Akan tetapi kemudian diharamkan.
Rahasia diperbolehkan nikah muth'ah waktu itu adalah karena masyarakat islam pada waktu itu masih dalam transisi (masa peralihan dari jahiliyah kepada islam). Sedang perzinaan pada masa jahiliyah suatu hal yang biasa. Maka etelah islam datang dan menyeru pada pengikutnya untuk pergi berperang. Karena jauhnya mereka dari istri mereka adalah suatu penderitaan yang berat. Sebagian mereka ada yang kuat imannya dan adapula yang sebagian tidak kuat imannya. Bagi yang lemah imannya akan mudah untuk berbuat zina yang merupakan sebagai berbuatan yang keji dan terlarang. Dan bagi yang kuat imannya berkeinginan untuk mengkebiri dan mengipoternkan kemaluannya. Seperti apa yang dikatakatan oleh Ibn Mas'ud :
عن بن مسعود قال : كنا نغزوا مع رسول الله صام وليس معنا نساء فقلنا : ألا نستخصى؟ فنهانا رسول الله صام عن ذالك. ورخص لنا ان ننكح المرأة الثوب إلى أجل.
Artinya :
Dari mas'ud berkata : waktu itu kami sedang perang bersama Rasulullah SAW dan tidak bersama kami wanita, maka kami berkata : bolehkah kami mengkebiri (kemaluan kami). Maka Raulullah SAW melarang kami melakukan itu. Dan Rasulullah memberikan keringanan kepada kami untuk menikahi perempuan dengan mahar baju sampai satu waktu.
Tetapi rukhshah yang diberikan nabi kepada para shabat hanya selama tiga hari setelah itu Beliau melarangnya, seperti sabdanya :
وعن سلمة بن الأكوع قال : رخص رسول الله صلى الله عليه وسلم عام أوطاس فى المطعة, ثلاثة أيام, ثم نهى عنها (رواه مسلم )
Artinya :
Dari Salamah bin Akwa' berkata : Rasulullah SAW memberikan keringanan nikah muth'ah pada tahun authas (penaklukan kota Makah) selama 3 hari kemudian beliau melarangnya (HR Muslim)
Dari hadis Salamah ini memberikan keterangan bahwasanya Rasulullah pernah memperbolehkan nikah muth'ah kemudian melarangnya dan menasah rukhshah tersebut. Menurut Nawawi dalam perkataannya bahwasanya pelarangannya dan kebolehannya terjadi dua kali, kebolehannya itu sebelum perang khaibar kemudian diharamkannya dalam perang khaibar kemudian dibolehkan lagi pada tahun penaklukan Makah (tahun Authas), setelah itu nikah muth'ah diharamkan selama-lamanya, sehingga terhapuslah rukhshah itu selama-lamnya. Seperti dalam hadis Rasulullah SAW :
وعن علي رضي الله تعالى عنه قال : نهى رسول الله صام عن المتعة عام خيبر (متفق عليه)
Artinya :
Dari Ali ra. berkata : Rasulullah melarang nikah muth'ah pada tahun Khaibar.
وعن ربيع بن سبورة, عن أبيه رضي الله عنه, أن رسول الله صام قال : إنى كنت أذنت لكم الإستمناع من النساء, وإن الله قد حرم ذلك إلى يوم القيامة (أخرجه مسلم وأبو داود والنساء وأحمد وابن حبان)
Artinya :
Dari Rabi' bin Saburah, dari ayahnya ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya aku telah memberikan izin kepadamu untuk memintak muth'ah dari wanita, dan sesungguhnya Allah SAW telah mengharamkan itu sampai hari kiamat (HR Muslim, Abu Daud, Nasai', Ahmad, dan Ibn Majah)
C. Pendapat Para Ulama' Tentang hukum Nikah Muth'ah
1. Jumhur Ulama'
Kebanyakan dari para shahabat dan semua Ulama'-Ulama' fiqih mengharamkan nikah muth'ah berdasarkan hadist Rasulullah yang mutawatir tentang pengharaman nikah tersebut. Yang menjadi ikhtilaf dikalangan mereka adalah waktu pengharaman nikah muth'ah. Dari ebagian riwayat yang mengharamkannya pada perang khaibar, ada yang sebagian pada penaklukan Makah, ada yang sebagian pada waktu perang Tabuk, ada yang sebagian pada haji wada', ada yang sebagian pada umrah qadha' dan ada sebagian pada waktu tahun Authas.
2. Ibn Abbas
Yang telah terkenal bahwasanya Beliau menghalalkan nikah muth'ah. Ibn Abbas ini mengikuti pendapat dari ahli Makah dan Ahli Yaman, mereka meriwayatkan bahwasanya Ibn Abbas dalam Firman Allah :
فَمَااسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَأُتُوْهُنَّ أُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ (النساء : )
Artinya :
Maka istri-istri yang telah kamu ni'mati (campuri) diantara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagaian sebagai kewajiban dan tiada dosa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar. (An-nisa' : 24)
Dan pada suatu huruf darinya (ibn Abbas) sampai batas waktu yang ditentukan, diriwayatkan darinya sesungguhnya dia berkata : "muth'ah (bersenang-senang terhadap istri) tidak lain adalah rahmat dari Allah Azza Wa Jalla, Dia telah memberikan rahmat kepada umat Muhammad SAW berupa muth'ah, dan Umar tidak melarangnya karena dalam keadaan terpaksa takut untuk zina kecuali bagi yang impoten. Dan ini diriwayatkan dari Ibn Abbas rawi darinya Jarih, Umar, dan Ibn Dinar. Dari Atha' ia berkata : saya mendengar jabir bin Abdillah berkata : kami melakukan nikah muth'ah sejak masa Rasulullah kemudian kepemimpinan Abu Bakar, dan setengah dari kepemimpinan Umar kemudian setelah itu Umar melarang muth'ah kepada semua manusia (umat muslim).
D. Pendapat Pemakalah Tentang Hukum Nikah Muth'ah
Kami sebagai pemakalah menetapkan bahwasanya hukum melakukan nikah muth'ah adalah "haram". Karena dari sejarah nikah muth'ah (asbab al-furud) sudah jelas. Pertama-tama nikah muth'ah diperbolehkan pada perang penaklukan kota Makah dan perang Khaibar, tapi setelah itu Rasulullah melarang nikah muth'ah atau menasakh rukhshahnya selama-lamanya sampai hari kiamat. Maka dari itu kesimpulannya bahwa nikah muth'ah itu "haram" selama-lamanya.
Menurut kami nikah muth'ah itu seperti pelacuran atau seks komersial pada saat sekarang ini. Seseorang datang, memesan, dan melakukan hubungan seks, setelah itu membayar, dan pulang. Jadi barang siapa melakukan nikah muth'ah sama juga melakukan perzinaan walaupun dalam keadaan terpaksa.
من استمنع من النساء فزنى
"Barang siapa yang melakukan muth'ah maka ia telah berzina"
Share on :

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment

Silahkan ketikkan komentar anda disini